Kamis, 29 Oktober 2015

MATERI BAB 2 KELAS XI




Pantun

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b[1] dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan. Pola rima dan irama pada pantun secara eksplisit menegaskan sifat kelisanan pantun pada budaya Melayu dulu.
Pantun memiliki dua pokok struktur utama, yaitu sampiran dan isi. Sampiran biasanya adalah 2 larik (baris ketika dituliskan) yang umumnya berisi hal-hal yang bersifat umum. Jantung pantun berada pada dua larik terakhir yang dikenal sebagai isi pantun. Pesan-pesan pada pantun melekat pada kedua larik terakhir.
Air dalam bertambah dalam
Hujan di hulu belum lagi teduh
Hati dendam bertambah dendam
Dendam dahulu belum lagi sembuh
Aturan umum berlaku pada pantun, seperti halnya puisi lama. Misalnya, satu larik pantun biasanya terdiri atas 6-12 kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku dan bersifat kaku. Pola rima umum yang berlaku pada pantun adalah a-b-a-b dan a-a-a-a. Meski demikian, kerap diketemukan pula pola pantun yang berpola a-a-b-b.

UNTUK MELANJUTKAN MATERI SILAHKAN KLIK DISINI:
BAB 1 PENGERTIAN CERPEN 
BAB 2 PANTUN
BAB 3 CERITA ULANG 
BAB 4 TEKS EKSPLANASI 
BAB 5 TEKS FILM/DRAMA 

0 komentar:

Posting Komentar